|
Sujana Royat |
JAKARTA, REPORTASE Indonesia - Dana Program Nasional Pem¬berdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang diluncurkan sejak 2004 diduga dikorupsi kelompok masyarakat penerima dana, yang nilainya mencapai Rp250 miliar.
Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat yang juga Tim Pengendali PNPM Mandiri Sujana Royat.
“Rp250 miliar itu akumulatif sejak PNPM dilaksanakan,” kata Sujana saat acara Rembuk Rasa Antikorupsi di ballroom Hotel Yusro, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (8/3/2014).
Menurut dia, kasus korupsi tersebut sudah masuk ranah hukum. Sedangkan dalam penyelesaian nonlitigasi tercatat ada Rp35,9 miliar yang diduga diselewengkan. Dari Rp35,9 miliar tersebut baru dikembalikan Rp2,2 miliar. Adapun Rp33,3 miliar masih dalam proses. “Penyelesaian korupsi di PNPM ada dua, melalui litigasi (ranah hukum) dan nonlitigasi atau kearifan lokal,” katanya.
Nilai dana yang disalahgunakan itu, menurut Sujana, masih jauh dibanding anggaran PNPM yang setiap tahun mencapai Rp 10-11 triliun atau total sekitar Rp 56 triliun sejak diluncurkan hingga sekarang. “Ada banyak modus yang dilakukan, termasuk membuat kegiatan fiktif,” katanya.
Pada 2013 tercatat ada 22 kasus penyalahgunaan dana PNPM dengan nilai kerugian masing-masing di atas Rp1 miliar. “Ini tidak bisa ditoleransi. Kami minta dukungan masyarakat dan KPK untuk mengawasi,” katanya.
Acara Rembuk Rasa Antikorupsi itu menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, K.H. Salahudin Wahid (Gus Solah), dan budayawan Sudjiwo Tedjo.
Bambang Widjojanto mengapresiasi kerja sama dengan PNPM untuk mencegah potensi korupsi di masyarakat. “Harus kita bangun kearifan lokal untuk mencegah korupsi,” katanya.
Menurut Bambang, peran tokoh yang paham soal hukum sangat membantu pemberantasan korupsi di masyarakat. “Mereka ini informal leader dan bisa disebut sebagai paralegal atau orang yang punya kemampuan di bidang hukum meski tidak berlisensi sebagai advokat atau pengacara,” katanya
Ketua BKM Di Tangerang Diduga Selewengkan Dana PNPM Replikasi
Ditempat terpisah, dugaan penyelewengan dana PNPM juga terjadi yang pernah dilansir di Bantenpost.com beberapa waktu lalu, bahwa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Replikasi Kabupaten Tangerang pada bulan April 2013 lalu mendapatkan anggaran sebesar Rp.46,5 miliar dan di distribusikan ke 29 Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) se-Kabupaten Tangerang, diduga sarat dengan penyelewengan anggaran yang dilakukan oknum-oknum BKM.
Seperti yang terjadi di Kelurahan Bencongan, Kecamatan Kelapa Dua ini, BKM “Karya Bersama” diketahui mendapatkan pagu sekitar Rp.655 juta untuk melaksanakan 22 kegiatan melalui KSM-KSM yang berada di wilayah Kelurahan Bencongan. Akan tetapi pagu yang telah di percayakan kepada BKM “Karya Bersama”, yang seharusnya di pergunakan dengan sebaik baiknya untuk 22 kegiatan tersebut yang sesuai dengan pengajuan dari KSM, tidak berjalan dengan semestinya.
Bahkan beberapa kegiatan, di duga fiktif dan tidak terealisasi sesuai dengan anggaran yang di dapatkan masing masing KSM. Beberapa kegiatan yang di duga fiktif adalah penyediaan gerobak sampah 2 unit dengan anggaran sebesar Rp.20 juta di peruntukan RW 21 Kelurahan Bencongan melalui KSM bersih, pembangunan pos RW 04 dengan anggaran Rp.15 juta melalui KSM borobudur.
Anehnya lagi, diduga ada kegiatan yang menyalahi aturan daripada dana PNPM Replikasi, seperti usaha galon air dengan nilai Rp.50 juta melalui KSM Air yang berada di luar dari kelurahan bencongan, melainkan sudah masuk wilayah Kota Tangerang serta ada beberapa item kegiatan lagi yang di duga berada di luar wilayah Kelurahan Bencongan, aduh gusti.!.
Ketua BKM “Karya Bersama”, Asep yang juga ketua RW 21, saat dikonfirmasi guna dimintai keterangannya untuk menjelaskan tentang temuan di lapangan ini, tidak pernah ada di tempat alias sibuk, sementara itu, Marsudi, ketua RW 17, sekretaris merangkap bendahara BKM “Karya Bersama”, setali tiga uang dengan sang ketua.
Sementara Kepala Kelurahan Bencongan, Muhidin, tidak dapat menjelaskan secara terperinci tentang kegiatan tersebut, dia malah meminta untuk menghubungi Ketua BKM.
Terpisah Kasubid BKP3M, Joko mengatakan hal ini seharusnya tidak terjadi, apalagi sampai ada pagu wilayah setempat, ternyata kegiatannya ada di luar wilayah kelurahan tersebut.
“Tolong buatkan surat resmi yang di tujukan kepada kepala BKP3M, agar kami lebih mudah memanggil pihak terkait atau oknum yang melakukan, untuk mendapatkan penjelasan,” tegas Joko.
Sementara itu, Kabid BKP3M, Jeni, mengatakan memang pelaksanaan PNPM Replikasi tahun 2013 tidak di dampingi fasilator, karena fasilator tidak lagi di cantumkan pembuatan anggaran program ini.
Untuk diketahui, salah satu tujuan program PNPM Replikasi ini adalah percepatan penanggulangan kemiskinan dan penggangguran di Kabupaten Tangerang, karena itu program yang di buat harus betul betul tepat sasaran, bukan untuk mempertebal kantong pribadi masing masing.
Masyarakat Butuh Transparasi Rencana Kerja BKM/LKM
Apakah BKM/LKM ?
BKM/LKM adalah singkatan dari Lembaga Keswadayaan Masyarakat yang merupakan nama “jenerik” atau istilah untuk suatu lembaga masyarakat dengan kedudukan sebagai pimpinan kolektif dari suatu himpunan masyarakat warga di tingkat Kelurahan/ Desa. Dengan kalimat lain dapat dikatakan BKM/LKM adalah lembaga pimpinan kolektif dari suatu himpunan masyarakat warga di tingkat kelurahan/desa dengan peran utama sebagai dewan pengambilan keputusanyang dalam proses pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif.
BKM/LKM disamping sebagai dewan pengambilan keputusan juga untuk menggalang potensi dan sumber daya, baik yang dimiliki masyarakat maupun yang bersumber dari luar (channeling), dalam upaya menanggulangi berbagai persoalan pembangunan di wilayah desa/kelurahan. BKM/LKM juga merupakan
jembatan penghubung aspirasi warga ke pemerintahan desa/kelurahan serta memperjuangkan kebutuhan warga di tingkat desa/kelurahan dalam musbangdes/kelurahan.
LANGKAH-LANGKAH PEMBENTUKAN BKM/LKM
Proses pembentukan BKM/LKM
Tahap ke 1: Sosialisasi organisasi masyarakat warga dan institusi kepemimpinan kolektif
Sosialisai ini dapat dilakukan sesuai dengan tahapan siklus kegiatan di tingkat masyarakat yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator masyarakat Proses ini seiring dengan penyadaran masyarakat akan persoalan kemiskinan yang mereka hadapi dan perlunya berorganisasi maka secara intensif dilakukan sosialisasi melalui serangkaian Diskusi Kelompok Terarah (Focused Group Discussion/FGD) mengenai organisasi masyarakat warga dan perlunya lembaga/institusi kepemimpinan kolektif yang mengakar dan diakui kemanfaatannya oleh warga masyarakat. Fokuskan diskusi mengenai prinsip dasar, substansi serta peran, tugas pokok dan fungsi dari lembaga kepemimpinan yang mampu mewakili dan mengemudikan organisasi masyarakat warga.
Hasil : Pemahaman masyarakat akan “makna BKM/LKM” sebagai lembaga kepemimpinan kolektif masyarakat warga.
Tahap ke 2: Penilaian kelembagaan masyarakat yang ada
Berangkat dari pemahaman akan makna BKM/LKM sebagai lembaga masyarakat yang berkedudukan sebagai lembaga kepemimpinan kolektif warga, lakukan diskusi refleksi dengan memilih perkara (issue) kritis untuk melakukan penilaian terhadap lembaga-lembaga yang ada apakah telah sesuai dengan kriteria dan persyaratan sebagai lembaga kepemimpinan kolektif dari organisasi masyarakat warga. Tuangkan hasil masukan masyarakat mengenai profil dan potret (potensi serta kelemahannya) masing-masing lembaga dalam kaitan kesesuaian dengan makna substantif BKM/LKM.
Tahap ke 3: Penetapan kebutuhan BKM/LKM
Berdasarkan profil potensi dan kelemahan lembaga-lembaga tersebut, dilakukan serangkaian rembug warga mulai dari tingkat RT dan RW atau dusun di seluruh lokasi kelurahan sasaran. Membahas dan menyepakati bersama, apakah lebih baik memampukan lembaga yang ada sebagai BKM/LKM atau membentuk lembaga BKM/LKM baru. Apabila masyarakat memutuskan untuk membangun institusi baru, maka proses pembangunan BKM/LKM diawali dengan pembahasan AD (Anggaran Dasar) di masing-masing RT/RW, dusun hingga tingkat kelurahan untuk menyepakati aturan dan anggaran dasar BKM/LKM. Sedangkan apabila masyarakat memutuskan untuk memampukan lembaga yang ada sebagai BKM/LKM, maka Relawan Masyarakat dan Tim Fasilitator secara intensif memfasilitasi masyarakat untuk meninjau ulang, merestrukturisasi dan menyesuaikan AD lembaga tersebut agar memenuhi ciri dan sifat sebagai lembaga kepemimpinan kolektif dari suatu organisasi masyarakat warga sesuai ketentuan PNPM - MP.
Tahap ke 4 : Pendirian dan pemilihan anggota BKM/LKM
Bila pilihan masyarakat jatuh padapembentukan lembaga BKM/LKM baru dan menyepakati draft AD -nya, maka lakukan pula rembug warga untuk pemilihan anggota BKM/LKM secara langsung dari mulai tingkatbasis (RT/Dukuh) dengan ketentuan sebagai berikut:
• Penetapan kriteria anggota BKM/LKM.
Fasilitator melakukan pendampingan dalam pembahasan kriteria anggota tersebut, dengan melakukan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) tentang “Kepemimpinan Masyarakat” agar warga mampu merumuskan kwalitas seorang pemimpin yang dapat dipercaya untuk mengemban amanat masyarakat ! Fokus utama DKTadalah penyadaran akan perlunya nilai-nilai luhur dari seorang pemimpin, bukan pada kemampuan dan pengalaman, atau jabatan seseorang saat ini dll. Tekankan bahwa kriteria tersebut dapat dimiliki oleh pria maupun wanita, tua atau muda, kaya atau miskin dll. Kriteria ini sudah harus dirumuskan pada saat penyusunan Anggaran Dasar.
• Langkah-langkah Pemilihan anggota BKM/LKM
Atas dasar kriteria yang telah disepakati masyarakat, selanjutnya dilakukan pemilihan sebagai berikut :
Pada dasarnya keberhasilan BKM/LKM pada akhirnya akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana BKM/LKM tersebut dibentuk. Oleh sebab itu proses dan prosedur pembentukan BKM/LKM menjadi sangat penting.
1. Siapakah yang berhak memilih anggota BKM/LKM
Anggota BKM/LKM pada dasarnya dipilih oleh warga dewasa kelurahan/desa yang bersangkutan baik pria maupun perempuan.
1. Bagaimana cara memilih anggota BKM/LKM
Dilakukan mulai tingkat basis seperti tingkat RT/dukuh dimana rekam jejak seseorang diketahui, RW (bila diperlukan karena jumlah RT terlalu banyak maka dapat dilakukan penyaringan lagi di tingkat RW) dan kelurahan/desa
Tingkat RT/Dukuh
Pemilih
Semua warga RT yang sudah dewasa (kriteria dewasa dapat ditetapkan sendiri)
Yang dipilih
Semua warga RT yang dewasa yang memenuhi kriteria seperti tersebut di atas dan tinggal di RT yang bersangkutan.
Proses pemilihan
1. tiap pemilih (harus pria dan wanita) memilih 3 s/d 5 nama (sesuai kesepakatan) orang-orang yang tinggal di RT yang bersangkutan yang memenuhi kriteria tersebut di atas dengan cara menuliskan nama-nama tersebut di atas kertas secara rahasia, tanpa calon, tanpa kampanye atau upaya mempengaruhi untuk memilih orang tertentu.
2. dikumpulkan dan dilakukan tabulasi secara terbuka dihadapan warga RT yang bersangkutan
3. warga yang terpilih di tingkat RT ini kemudian dipilih, berdasarkan perolehan suara mulai dari yang terbanyak, sejumlah yang ditentukan menjadi Utusan RT. Jumlah Utusan RT ini sebelumnya disepakati di tingkat Kelurahan/Desa dan kemudian disusun dalam bentuk panduan oleh Fasilitator.
Tingkat RW
Pemilihan ditingkat RW sebenarnya adalah pilihan (optional) bila jumlah utusan RT sangat banyak karena jumlah RTnya banyak sehingga tidak mungkin langsung dilakukan di tingkat kelurahan. Intinya pemilihan tingkat RW adalah untuk menyaring lagi Utusan RT terpilih untuk menjadi utusan RW
Pemilih
Semua warga Utusan RT
Yang dipilih
Adalah semua warga Utusan RT yang terpilih.
Proses pemilihan
a) setelah semua Utusan RT berkumpul di tingkat RW kemudian tiap Utusan RT memilih 3 s/d 5 nama (sesuai kesepakatan) diantara anggota Utusan RT dengan cara menuliskan nama-nama tersebut di atas kertas secara rahasia, tanpa calon, tanpa kampanye atau upaya mempengaruhi untuk memilih orang tertentu.
b) dikumpulkan dan dilakukan tabulasi secara terbuka dihadapan seluruh Utusan RT dan terbuka untuk warga RW yang bersangkutan
c) semua warga yang dipilih di tingkat RW ini kemudian menjadi Utusan RW Jumlah Utusan RW ini sebelumnya disepakati di tingkat kelurahan/desa dan kemudian disusun dalam bentuk panduan oleh Fasilitator Masyarakat.
Tingkat Kelurahan/Desa
Pemilih
Semua anggota Utusan RT atau Utusan RW bila jumlah Utusan RT terlalu besar.
Yang dipilih
Adalah semua anggota Utusan RT/RW dgn tidak menutup kemungkinan warga yang belum termasuk dalam Utusan RT/RW tetapi memenuhi syarat.
Dengan kata lain tiap anggota Utusan RT/RW memiliki hak untuk memilih dan dipilih.
Proses pemilihan
a) setelah tiap warga Utusan RT/RW berkumpul di kelurahan/di balai desa sesuai waktu yang disepakati, kemudian tiap warga Utusan RT/RW memilih 3 s/d 5 nama (sesuai kesepakatan) diantara Utusan RT/RW dengan cara menuliskan nama-nama tersebut di atas kertas secara rahasia, tanpa calon, tanpa kampanye atau upaya mempengaruhi untuk memilih orang tertentu.
b) dikumpulkan dan dilakukan tabulasi secara terbuka dihadapan Utusan RT/RW dan terbuka untuk seluruh warga kelurahan/desa yang bersangkutan
c) dari jumlah suara yang masuk dipilih 9 s/d 13 orang dengan suara yang terbanyak sebagai anggota BKM/LKM
d) selanjutnya para anggota BKM/LKM terpilih dapat memilih koordinator
Kemudian BKM/LKM dapat membentuk Sekretariat, dan unit-unit satuan pelaksana dan memilih serta mengangkat penasehat sesuai kebutuhan. Bila ternyata pilihan masyarakat jatuh pada memampukan lembaga yang ada maka bila diperlukan, keanggotaan pimpinan kolektif dapat dilakukan peremajaan atau penggantian dengan tata cara sebagaimana layaknya pemilihan anggota BKM/LKM.
= LUMING/HBS/MRI